Minggu, 30 Juni 2013

ANALISIS JURNAL: “Deposit Insurance Around the Globe: Where Does It Work?”

ANALISIS JURNAL

Bank dan Lembaga Keuangan 2

“Deposit Insurance Around the Globe: Where Does It Work?”






Disusun Oleh :
Agustya Lisdayanti (20211399)

Kelas:
SMAK 05

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma
2012







1.      Tema, Pengarang, Tahun,
Tema : Mengadopsi sistem asuransi deposito eksplisit dan bagaimana desain itu tergantung pada lingkungan keuangan dan pengawasan di mana ia harus berfungsi.
Pengarang : Asl Demirgu¨c¸-Kunt and Edward J. Kane
Tahun : 2002  
2.      Judul
Judul : Deposit Insurance Around the Globe: Where Does It Work? (Asuransi Deposito di Seluruh Dunia: Dimanakah Itu Bekerja?)
3.      Latar Belakang Masalah
Selama dua dekade terakhir, gelombang krisis perbankan sistemik telah mempengaruhi sebagian besar negara di seluruh dunia. Di setiap negara, kebijakan mendirikan sebuah jaring pengaman keuangan untuk membuat kerusakan sistemik perbankan cenderung dan untuk membatasi gangguan dan biaya fiskal yang dihasilkan ketika mereka terjadi. Asuransi deposito eksplisit telah menyebar dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir, bahkan sejumlah negara yang menawarkan jaminan asuransi deposito eksplisit hampir berkembang selama seperempat abad terakhir, naik dari 12 pada tahun 1974 menjadi 71 di tahun 1999. Membangun asuransi deposito eksplisit telah menjadi fitur utama dari saran kebijakan pada arsitektur keuangan yang ahli dari luar diberikan kepada negara-negara berkembang (Folkerts-Landau dan Lindgren, 1998; Garcia, 1999).
4.      Masalah
Teori modern melihat desain asuransi deposito sebagai masalah multipihak principal-agent yang mendapat persetujuan yang mencakup bank, deposan, supervisor, politisi dan pembayar pajak (Kane, 1995; Calomiris, 1996). Jika bank pengawas berkinerja baik, maka bank akan direkapitalisasi atau menutup sebelum kerugian besar menumpuk. Dalam hal ini, dana asuransi deposito dibayar oleh premi asuransi dari bank dapat mengganti deposan, dan pembayar pajak sehingga tidak perlu menanggung kerugian. Tetapi jika pengawas bank berkinerja buruk, maka asuransi deposito dapat membebankan biaya besar, baik terhadap wajib pajak dan dalam hal gangguan keuangan dan ekonomi yang ekstrim dari krisis perbankan. Asuransi deposito harus dievaluasi dalam konteks kelembagaan yang lebih luas. Tapi semua terlalu sering, para ahli yang merekomendasikan asuransi deposito baik menganggap negara memiliki infrastruktur kelembagaan yang sesuai atau mengabaikan dampak dari ketidaksempurnaan dalam lingkungan kontraktor mereka. Banyak negara-negara yang baru-baru ini mengadopsi asuransi deposito mungkin mempertaruhkan konsekuensi berat. 
5.      Metodologi
Data
Jurnal ini menggunakan data dari World Bank mengenai sejumlah negara dengan asuransi deposito eksplisit dari tahun 1934 sampai 1999.
Variabel
Variable pada paper ini adalah asuransi deposito, regulasi perbankan, bagaimana asuransi deposito eksplisit mempengaruhi stabilitas keuangan, bagaimana pasar risiko disiplin yang diambil bank dan bagaimana sistem keuangan dapat berkembang dengan aman dan produktif.
6.      Hasil
Penelitian empiris dibahas di sini menunjukkan bahwa pejabat di banyak negara harus menutup telinga mereka dengan panggilan sirene asuransi deposito eksplisit. Dalam lingkungan kelembagaan yang lemah, sulit untuk merancang pengaturan asuransi deposito yang tidak akan meningkatkan probabilitas dan kedalaman krisis perbankan di masa depan. Meskipun pejabat pemerintah mungkin cukup yakin bahwa asuransi deposito membantu untuk mengembangkan sistem keuangan yang kuat, mereka harus memahami bahwa asuransi deposito dapat melakukannya hanya dalam ekonomi yang kontrak lingkungan menawarkan lembaga terpercaya kehilangan kontrol. Untuk negara-negara dengan lembaga-lembaga yang lemah, mengadopsi asuransi deposito eksplisit menjanjikan untuk memacu pembangunan keuangan hanya dalam jangka sangat pendek. Seiring waktu yang lebih lama, itu lebih mungkin untuk melemahkan disiplin pasar dengan cara yang mengurangi solvabilitas bank menghancurkan modal ekonomi riil, meningkatkan kerapuhan keuangan dan mencegah perkembangan keuangan. Saran kebijakan ini mengganggu karena banyak negara baru-baru ini mengadopsi asuransi deposito eksplisit diketahui memiliki lingkungan kontraktor miskin.

Bank dan Lembaga Keuangan 2

Mendengar kata Bank, pasti kita langsung memikirkan uang. Secara sederhana, Bank merupakan tempat dimana seseorang bisa menyimpan uang ataupun meminjam uang. Namun, cara kerja dan ruang lingkup Bank tidak sesederhana itu.

Pada gambar diatas, terlihat A merupakan seorang yang mempunyai uang lebih sehingga memutuskan untuk menabung di Bank dengan kompensasi mendapatkan bunga dari Bank (i1). Selanjutnya, ada B yang sedang membutuhkan uang dan memutuskan meminjam uang ke Bank dengan konsekuensi harus membayar bunga (i2). Dalam hal ini, i2 harus lebih tinggi daripada i1, (i2 > i1) karena selisih antara i2 dan i1 menjadi keuntungan bagi Bank.
Sebenarnya, B bisa saja meminjam uang tanpa melalui Bank, namun untuk meminjam uang kepada seseorang tentu B harus mengenal orang tersebut dan orang itu juga harus mempunyai dana yang dibutuhkan B, oleh sebab itu kehadiran Bank bisa menjadi perantara dalam hal keuangan atau biasa disebut Financial Intermediary.
Uang tidak hanya menjadi alat untuk bertransaksi tapi bisa dipakai untuk spekulasi. Seperti pada gambar, adanya pasar modal diharapkan menjadi sarana untuk berinvestasi. Pasar modal merupakan sarana bagi perusahaan untuk menjual sahamnya kepada masyarakat. Jika seseorang membeli saham di suatu perusahaan berarti orang tersebut mempunyai kepemilikan pada perusahaan tersebut sebesar saham yang dibeli. Menjadi seseorang yang mempunyai kepemilikan pada suatu perusahaan tentu mempunyai hak untuk mendapatkan dividen pada akhir periode berjalan. Namun, biasanya dividen hanya dibagikan setahun sekali, itupun jika perusahaan mendapat untung, perusahaan juga harus mengadakan rapat umum pemegang saham untuk memutuskan dividen akan dibagikan atau tidak. Karena itu, banyak orang yang hanya membeli saham dan menjualnya ketika harga saham tersebut naik. Jika harga saham yang dijual lebih tinggi daripada saat dibeli, maka kenaikan itu disebut Capital Gain.  Jika harga saham tersebut naik dan pemilik saham tidak menjualnya, hal ini disebut Potential Gain. Pemegang saham hanya akan mendapat keuntungan (i3) saat saham dijual ketika harga saham naik. Keuntungan yang didapat di Pasar Modal (i3) seharusnya lebih besar dibandingkan bunga yang diterima ketika menabung di Bank (i1), namun juga lebih beresiko. Jika i1 > i3 maka orang-orang akan memilih untuk menabung di Bank. Hal ini akan bisa berdampak buruk pada dunia investasi di pasar modal.
Selanjutnya, kita membahas mengenai B yang meminjam uang ke Bank, misalkan sebesar 100 juta rupiah kemudian B meninggal dan tentu saja B tidak bisa membayar hutangnya. Lihat gambar berikut:
Pada gambar diatas, bisa dilihat bahwa ketika B meminjam uang ke Bank. Bank mengasuransikan B pada perusahaan Asuransi XYZ dengan premi yang harus dibayarkan Bank sebesar 1 juta rupiah dengan harapan Asuransi akan membayar uang pertanggungan (UP) sebesar 100 juta rupiah pada Bank.
Namun, Asuransi XYZ hanya mampu membayar 20 juta rupiah, maka Asuransi XYZ melakukan reasuransi pada perusahaan Asuransi OPQ dengan membayar premi sebesar 800 ribu rupiah dengan harapan Asuransi OPQ akan membayarkan uang pertanggungan (UP) sebesar 80 juta pada Asuransi XYZ.
Ternyata, Asuransi OPQ juga hanya sanggup membayar UP sebesar 25 juta, maka yang seharusnya dilakukan  Asuransi OPQ retrocesi pada Asuransi KLM. Asuransi OPQ harus membayar premi sebesar 550 ribu rupiah pada perusahaan Asuransi KLM dengan harapan Asuransi KLM akan memberikan uang pertanggungan sebesar 55 juta. Namun, perusahaan Asuransi KLM hanya ada di luar negeri sehingga prosedur yang berlaku di Indonesia ketika peristiwa ini terjadi maka asuransi hanya dilakukan sampai reasuransi saja.
Pada kasus ini uang Bank yang dipinjam B sebesar 100 juta dapat dilunasi dari 20 juta dari Asuransi XYZ, 25 juta dari Asuransi OPQ dan 55 juta dari Asuransi KLM. Dapat dilihat bahwa Asuansi menangung yang paling besar. Lalu, bagaimana cara Asuransi mendapatkan uang untuk menutupi uang pertanggungan tersebut? Lihat gambar di bawah ini:
Asuransi KLM mempunyai perusahaan XYZLH sebagai perusahaan yang bergerak dalam hal Manajemen Investasi (MI). Perusahaan XYZLH mempunyai 3 perusahaan kecil, yaitu perusahaan HI, perusahaan XY, perusahaan ZL. Pada gambar di atas, dimisalnya Bank tempat B meminjam uang, menjual sahamnya di pasar modal. Kemudian perusahaan HI membeli saham sebesar 20%, perusahaan XY membeli saham sebesar 30%, dan membeli saham sebesar 30%  yang dimiliki Bank tempat B meminjam uang tersebut.
Jika dijumlahkan maka Asuransi KLM melalui manajemen investasinya memiliki 80% saham Bank tersebut. Dengan kata lain, Asuransi KLM dapat menguasai Bank karena kepemilikannya lebih dari 50%. Jadi, Asuransi KLM dapat mengatur Bank untuk melakukan asuransi yang pertama pada Asuransi XYZ, asuransi kedua Asuransi OPQ dan terakhir Asuransi KLM.
Bank sebagai lembaga keuangan tidak hanya mengambil keuntungan dari selisih antara i2 dan i1, Bank juga memperluas usahanya dengan mendirikan PT. DEF, seperti yang ada gambar di atas. PT. DEF merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang kartu kredit.
Kartu kredit merupakan inovasi pada dunia perbankan, karena seseorang bisa membeli apapun dengan hanya menggunakan kartu kredit tanpa harus membawa uang ataupun memiliki uang saat itu. Lalu, pengguna kartu kredit juga bisa membayar tagihan kartunya dengan mencicilnya. Keuntungan yang didapat Bank adalah dengan membebankan bunga pada pengguna kartu kredit ketika mereka membayar tagihannya (i4 ).
Usaha Bank untuk mendapatkan keuntungan dan memperluas usahanya tidak sampai situ saja. Seperti pada gambar berikut:
Bank memutuskan untuk mendirikan PT. ABC yang bergerak pada bidang leasing kendaraan bermotor. Dimisalkan, B ingin membeli motor yang diproduksi PT. AHS. Namun, B tidak bisa membayar secara tunai sehingga B melakukan leasing pada PT. ABC. PT. ABC selanjutnya akan membeli motor yang diinginkan B di PT. AHS, kemudian B harus membayar cicilannya pada PT. ABC. Cicilan yang harus dibayar B tentunya sudah termasuk bunga yang ditetapkan PT. ABC, Bunga ini (i5 ) yang menjadi keuntungan PT. ABC dan tentunya saja bagi Bank.
Meminjam uang ke Bank seperti yang dilakukan B, tidak hanya dapat dilakukan perorangan tetapi juga bisa dilakukan perusahaan yang ingin memperluas usahanya atau membuat suatu proyek, seperti pada gambar di bawah ini, dimisalkan PT. Jasa Marga dan PT. DII meminjam uang ke Bank.