Kebijaksanaan Pemerintah
1. Kebijaksanaan
Selama
a. Periode
1966 – 1969
Kebijaksanaan
pemerintah ini lebih diarahkan kepada proses perbaikan dan pembersihan di semua
sektor dari unsur-unsur peninggalan pemerintah orde lama,
terutama dari Paham Komunis. Mengupayakan penurunan tingkat inflasi yang masih
sangat tinggi.
b. Periode
Pelita I
Dimulai dengan Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor
dan Impor dan Peraturn Agustus 1971, mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah
Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
·
Kestabilan
harga bahan pokok,
·
Peningkatan
Nilai Ekspor,
·
Kelancaran
Impor,
·
Penyebaran
Barang di Dalam Negeri.
c. Periode
Pelita II
·
Kebijaksanaannya
mengenai Perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah, mendorong kemajuan pengusaha kecil atau
ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
·
Kebijaksanaan
Fiskal, Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi
ekspor di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri
guna mendorong Investasi Dalam Negeri.
·
Kebijaksanaan
15 November 1978, Menaikkan hasil produksi nasional, menaikkan daya saing
komoditi ekspor yang lemah karena adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34
% akibatnya kurang dapat bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain dan
adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979.
d. Periode
Pelita III
Kebijaksanaanya
meliputi : Paket Januari 1982, Tatacara pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu
lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal pajak yang dikenakan terhadap
komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit untuk komoditi ekspor. Paket
Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase), keharusan eksportir maupun
importer uar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang
sama. Kebijaksanaan Devaluasi 983, yakni Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah
ekspor dapat meningkat sehingga permintaan Negara menjadi lebih banyak dan
komoditi impor menjadi lebih mahal karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk
mendapatkannya.
e. Periode
Pelita IV
Kebijaksanaannya adalah :
·
Kebijaksanaan
INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan
ekspor non-migas.
·
Paket
Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong
sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal.
·
Paket
Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang
mengakibatkan penerimaan pemerintah turun.
·
Paket
Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan,
moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk
komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien,
kebijaksanaan penanaman modal.
·
Paket
Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan efisiensi, inovasi dan
produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan ekspor
non-migas.
·
Paket
Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan restrukturisasi bidang
ekonomi.
·
Paket
27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan
menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
·
Paket
Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan deregulasi dan
debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
·
Paket
Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan keleluasaan bagi pasar
modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif.
f. Periode
Pelita V
Lebih
diarahkan kepada pengawasan, pengendalian dan upaya kondusif guna mempersiapkan
proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua.
2. Kebijaksanaan
Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas
moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang
beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan perekonomian yang diinginkan
dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja
yang tersedia.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu
kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi
makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang
kemudian ditransfer pada sektor riil.
Tujuan
Kebijakan Moneter
·
Mengedarkan
mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian.
·
Mempertahankan
keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat
harga.
·
Distribusi
likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang
diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
·
Membantu
pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui
sumber penerimaan yang normal.
·
Menjaga
kestabilan Ekonomi
Artinya
pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan
jasa yang tersedia.
·
Menjaga
kestabilan Harga
Harga suatu
barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah
uang yang tersedia di pasar.
·
Meningkatkan
kesempatan kerja
Pada saat
perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah
barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru
sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
·
Memperbaiki
neraca Perdagangan Kerja Masyarakat
Dengan jalan
meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam
negeri atau sebaliknya.
Jenis-jenis
Kebijakan Moneter
·
Kebijakan
moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi/membatasi jumlah uang
beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
·
Kebijakan
moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli
masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau
depresi.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan :
·
Kesempatan
Kerja
Semakin besar
gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi.
Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini
berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan
karyawan.
·
Kestabilan
harga
Apabila
kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat.
Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan
harga yang akan masa depan.
·
Neraca
Pembayaran Internasional
Neraca
pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu
Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering
melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat
diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
:
·
Kebijakan
Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam
rangka menambah jumlah uang yang edar
·
Kebijakan
Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam
rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang
ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan
instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
·
Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
·
Fasilitas
Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang
beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum
kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank
sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat
bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang
yang beredar berkurang.
·
Rasio
Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur
jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang
harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.
·
Himbauan
Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur
jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar
bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar
pada perekonomian.
·
Kredit
selektif
Politik bank
sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat
pemberian kredit
·
Politik
sanering
Ini dilakukan
bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13
Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU
No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah
antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang
tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank
Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran
utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem
nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar
sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh
karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan
nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran
moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga
sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional,
pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen,
antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan
pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan
cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Kebijaksanaan
Fiskal
Kebijakan
fiscal adalah kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi jalan atau
proses kehidupan ekonomi masyarakat melalui anggaran belanja Negara atau APBN.
Arti
dan Tujuan Kebijakan Fiskal
Kebijakan
Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan
dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan
dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain,
kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan
atau pengeluaran Negara.
Dari
semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan
pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh
kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah
dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil
pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara
demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan
kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi
pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y)
dan tingkat kesempatan kerja (N).
Konsep-konsep
Dasar
·
Kebijakan Fiskal :
perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang
dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan
laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.
·
Kebijakan Fiskal Ekspansioner :
peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk
meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah
untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
·
Kebijakan Fiskal Kontraksioner :
pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk
menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini
adalah untuk mengontrol inflasi.
·
Efek Pengganda :
dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen, perusahaan atau
pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain. Ketika orang ini
membelanjakan pendapatannya, belanja tersebut menjadi pendapatan bagi orang
lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dalam
suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika
belanja mengalami penurunan.
·
Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran :
kebijakan fiskal dapat secara langsung mempengaruhi bukan saja permintaan
agregat, namun juga penawaran agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak
akan memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau
investasi barang modal, karena mereka memperoleh pendapatan setelah pajak yang
lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan.
Membiayai Defisit &
Memanfaatkan Surplus
·
Membiayai defisit
- Meminjam
dari publik atau luar negeri (crowding out )
- Mencetak
uang.
·
Memanfaatkan surplus
- Mengurangi
hutang
- Disimpan
·
Masalah dalam Kebijakan Fiskal
- Masalah
waktu
- Pertimbangan
politis
- Respon
pelaku ekonomi
- Dampak
crowding-out
- Kondisi
perekonomian dunia/luar negeri
4. Kebijaksanaan
Fiskal dan Moneter di Sektor Luar Negeri
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian
melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari
selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus), perekonomian
juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk kegiatan yang
dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan
yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran
yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang
dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang
dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi
dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar
negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara
adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai
proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara. Dengan demikian
pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk dalam
perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara
tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat
surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian,
yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus tersebut . Pada umumnya
surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan atau untuk membayar hutang
pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat
dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing) atau dengan
pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman
perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara
(government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa
penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam
negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang
lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang
luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan
negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek
ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar
negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar
negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya
dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman
luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam
negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut
akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak, pembiayaan defisit APBN dengan
penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan
menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber
dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya
pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri
yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah cenderung positif. Adapun
kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas moneter. Nilai
lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.
Kebijakan
moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian
Pada dasarnya, kebijaksanaan moneter ditujukan agar
likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat
melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya
pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas dalam perekonomian ini dilakukan oleh
bank sentral, melalui berbagai instrumen , khususnya open market operations
(OMOs).
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral
menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam
perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah
obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah, dan dilain
pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank
sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank
sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di bank sentral
tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia
belum memiliki obligasi negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun
pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis
untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi
obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual beli di pasar
sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih mempergunakan
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan
beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup
tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga
instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.
Sumber :