Rabu, 16 Mei 2012

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN )


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN )
1.    Perkembangan Dana Pembangunan Indonesia
            Dari segi perencanaan pembangunan di Indonesia, APBN adalah merupakan konsep perencanaan pembangunan yang memiliki jangka pendek, karena itulah APBN selalu disusun tiap tahun.
            Seperti namanya, maka secara garis besar APBN terdiri dari pos-pos seperti dibawah ini :
·         Dari sisi penerimaan, terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan
·         Sedangkan dari sisi pengeluaran terdiri dari pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kebutuhan biaya pembangunan di Indonesia.
Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagai sumber pembiayaan pembangunan terbesar, terus mengalami penigkatan (lihat tabel 5.1), namun kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap sumber lain, dalam hal ini pinjaman luar negeri, masih cukup besar. Namun demikian mulai tahun terakhir PELITA I, prosentase tabungan pemerintah sudah mulai lebih besar dibanding pinjaman luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari peranan sektor migas yang saat itu sangat dominan. Serta dengan dukungan beberapa kebijaksanaan pemerintah dalam masalah perpajakan dan upaya peningkatan penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari terjadinya defisit anggaran pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber dana dari luar negeri, dan meskipun IGGI (Inter Govermmental Group on Indonesia) bukan lagi menjadi forum internasional yang secara formal membantu pembiayaan pembangunan di Indonesia, namun dengan lahirnya CGI (Consoltative Group on Indonesia) kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat diharapkan. Yang perlu diingat, bahwa sebaiknya pinjaman tersebut ditempatkan sebagai pelengkap pembangunan dan peran tabungan pemerintahlah yang tetap harus dominan, bukan sebaliknya.

Tabel 5.1.
Tabungan Pemerintah, 1969/70 – 1992/93
(dalam miliar rupiah)
Tahun
Anggaran
Jumlah
Kenaikan (+)
Penurunan (-)
REPELITA I
1969/70
1970/71
1971/72
1972/73
1973/74

27,2
53,9
78,9
152,5
254,4


+26,7
+22,5
+73,6
+101,9
REPELITA II
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79

737,6
909,3
1.276,2
1.386,5
1.522,4

+483,2
+171,7
+366,9
+110,3
+135,9
REPELITA III
1979/80
1980/81
1981/82
1982/83
1983/84

2.635,0
4.427,0
5.235,0
5.422,0
6.020,9

+1.112,6
+1.792,0
+808,0
+187,0
+598,8
REPELITA IV
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
1988/89

6.476,5
7.301,3
2.581,3
3.321,8
2.265,3

+455,6
+824,8
-4.720,0
+740,5
-1.056,5
REPELITA V
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93*)

4.408,7
9.548,7
11.357,2
13.311,8

+2.143,4
+5.140,0
+1.808,5
+1.954,6

Tabel 5.2.
Pengeluaran Pembangunan Berdasarkan Sumber Pembiayaan
1969/70 – 1992/93* (dalam miliar rupiah)
Tahun
Tabungan
Pemerintah
%
Bantuan
Luar Negeri
%
Jumlah**
%
REPELITA I
1969/70
1970/71
1971/72
1972/73
1973/74

27,2
53,9
78,9
152,5
254,4

23,0
31,9
36,8
49,1
55,5

91,0
120,4
135,5
157,8
203,9

77,0
68,1
50,9
50,9
44,5

118,2
176,8
214,4
310,3
458,3

100
100
100
100
100
REPELITA II
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79

737,6
909,3
1.276,2
1.386,5
1.522,4

76,1
64,9
62,0
64,2
59,6

232,0
491,6
783,8
773,4
1.035,5

23,9
35,1
38,0
35,8
40,4

969,6
1.400,9
2.060,0
2.159,9
2.557,9

100
100
100
100
100
REPELITA III
1979/80
1980/81
1981/82
1982/83
1983/84

2.635,0
4.427,0
5.235,0
5.422,0
6.020,0

65,6
74,8
75,4
73,6
60,8

1.381,1
1.493,8
1.709,0
1.940,0
3.882,4

34,4
25,2
24,6
26,4
39,2

4.016,1
5.920,8
6.944,0
7.362,0
9.903,3

100
100
100
100
100
REPELITA IV
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
1988/89

6.476,5
7.301,3
2.581,3
3.321,8
2.265,3

65,1
67,1
31,0
35,0
18,5

3.478,0
3.572,6
5.752,2
6.158,0
9.990,7

34,9
32,9
69,0
65,0
81,5

9.954,4
10.873,9
8.333,5
9.479,8
12.256,0

100
100
100
100
100
REPELITA V
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93***)

4.408,7
9.548,7
11.357,2
13.311,8

31,9
49,1
52,2
58,1

9.429,3
9.904,6
10.409,1
9.600,2

68,1
50,9
47,8
41,9

13.838,0
19.453,3
21.766,3
22.912,0

100
100
100
100

* untuk tahun 1969/70 – 1991/92 adalah angka realisasi sesuai dengan UU APBN T/P tahun yang bersangkutan
** termasuk saldo anggaran lebih
*** APBN



2.    Proses Penyusunan Anggaran
Anggaran merupakan sejumlah uang yang dihabiskan dalam periode tertentu untuk melaksanakan suatu program
Proses Penyusunan Anggaran
Secara garis besar, proses penyusunan anggaran terbagi menjadi 2, yakni dari atas ke bawah (top-down) dan dari bawah ke atas (bottom-up).

1.    Dari Atas ke Bawah ( top-down )
Merupakan proses penyusunan anggaran tanpa penentuan tujuan sebelumnya dan tidak berlandaskan teori yang jelas. Proses penyusunan anggaran dari atas ke bawah ini secara garis besar berupa pemberian sejumlah uang dari pihak atasan kepada karyawannya agar menggunakan uang yang diberikan tersebut untuk menjalanan sebuah program. Terdapat 5 metode penyusunan anggaran dari atas ke bawah, yaitu :
1.    Metode kemampuan ( the affordable method ), yaitu metode dimana perusahaan menggunakan sejumlah uang yang ada untuk kegiatan operasional dan produksi tanpa mempertimbangkan efek pengeluaran tersebut.
2.    Metode pembagian semena-mena ( Arbitrary allocation method ), yaitu proses pendistribusian anggaran yang tidak lebih baik dari metode sebelumnya.
3.    Metode persentase penjualan ( Percentage of sales ), yaitu menggambarkan efek yang terjadi antara kegiatan iklan dan promosi yang dilakukan dengan presentase peningkatan penjualan dilapangan.
4.    Melihat pesaing ( competitive parity ) karena sebenarnya tidak ada perusahaan yang tidak mau tahu akan keadaan pesaingnya.
5.    Pengembalian investasi ( return of investment ) yitu pengembalian keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan terkait dengan sejumlah uang yang telah dikeluarkan untuk iklan dan aktivitas promosi lainnya.

2.    Dari Bawah ke Atas ( Bottom-up )
Merupakan proses penyusunan anggaran berdasarkan tujuan yang telah diterapkan sebelumnya dan anggaran ditentukan belakangan setelah tujuan selesai disusun. Proses penyusunan anggaran dari bawah ke atas merupakan komunikasi strategis antara tujuan dengan anggaran. Ada 3 metode dasar proses penyusunan anggaran dari bawah ke atas, yaitu :
1.    Metode tujuan dan tugas ( Objective and task method ) yaitu dengan menegaskan pada penentusn tujun dan anggaran yang disusun secara beriringan. Terdapat 3 langkah yang ditempuh dalam langkah ini, yakni penentuan tujuan, penentuan strategi dan tugas yang harus dikerjakan, dan pekiraan anggaran yang dibutuhkan utuk mencapai tugas dan strategi tersebut.
2.    Metode pengembalian berkala ( payout planning ) yaitu menggunakan prinsip investasi dimana pengembalian modal diterima setelah waktu tertentu. Selama tahun pertama, perusahaan akam mengalami rugi dikarenakan biaya promosi dan iklan masih melebihi keuntungan yang diterima hasil penjualan. Tahun kedua, perusahaan akan mencapai titik impas (break event point) antara biaya promosi dengan keuntungan yang diterima. Setelah masuk tahun ketiga, barulah perusahaan akan menerima keuntungan penjualan. Strategi ini hasilnya dirasakan dalam jangka panjang.
3.    Metode perhitungan kuantitatif ( Quantitative models ) yaitu mengguakan perhitungan statistik dengan mengolah data yang dimasukan dalam kommputer dengan teknis analisis regresi berganda ( multiple regresion analysis ). Metode ini jarang digunakan karena kompleks dalam pemakaiannya.


3.    Perkiraan Penerimaan Negara
Secara garis besar sumber penerimaan Negara berasal dari :
·         Penerimaan dalam negeri
·         Penerimaan pembangunan

1.    PENERIMAAN DALAM NEGERI
Pertama, penerimaan dalam negeri, untuk tahun-tahun awal masa pemerintahan Orde baru masih cukup menggantungkan pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam.
Namun dengan mulai tidak menentunya hatga minyak dunia. Maka mulai disadari bahwa ketergantungan penerimaan dari sector migas perlu dikurangi.

2.    PENERIMAAN PEMBANGUNAN
Meskipun telah ditempuh berbagai upaya untuk meningkatkan tabungan pemerintan, namun karena laju pembangunan yang demikian cepet, maka dana tersebut masih perlu dilengkapi dengan dan ditunjang dengan dana yang berasal dari luar negeri. Meskipun untuk selanjutnya bantuan luar negeri (hutang bagi Indonesia) tersebut makin meningkat jumlahnya, namun selalu diupayakan suatu mekanisme pemanfaatan dengan prioritas sektor-sektor yang lebih produktif. Dengan demikian bantuan luar negeri tersebut dapat dikelola dengan baik (terutama dalam hal pengembalian cicilan pokok dan bunganya).

4.    Perkiraan Pengeluaran
Perkiraan pengeluaran Negara
Secara garis besar, pengeluaran Negara dikelompokkan mnejadi dua, yakni:
·         Pengeluaran rutin dan
·         Pengeluaran pembangunan

1.    PENGELUARAN RUTIN NEGARA
Pengeluaran rutin Negara, adalah pengeluaran yang dapat dikatakan selalu ada dan telah terencana sebelumnya secara rutin, diantaranya :
·         Pengeluaran untuk belanja pegawai
·         Pengeluaran untuk belanja barang
·         Pengeluaran untuk subsidi daerah otonom
·         Pengeluaran untuk membayar bunga dan cicilan hutang
·         Pengeluaran lain-lain

2.    PENGELUARAN PEMBANGUNAN
Secara garis besar, yang termasuk dalam pengeluaran pembangunan diantaranya adalah :
·         Pengeluaran pembanguna untuk berbagai departemen/lembaga Negara, diantaranya untuk membiayai proyek-proyek pembangunan sektoral yang menjadi tanggung jawab masing-masing departemen/lembaga Negara bersangkutan.
·         Pengeluaran pembangunan untuk anggran pembangunan daerah
·         Pengeluaran pembangunan lainnya

5.    Dasar Perhitungan Perkiraan Penerimaan Negara

A.   Konsep Produk Domestik Bruto, Produk Domestik Regional Bruto, dan Pendapatan Nasional
1.    Produk Domestik Bruto
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor – impor
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi:
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
2.    Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah pada satu periode tertentu. PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Dalam menghitung PDRB atas dasar harga berlaku menggunakan harga barang dan jasa tahun berjalan, sedangkan pada PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar). Penghitungan PDRB saat ini menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara nasional.
Produk Domestik Bruto sebagai salah saru indicator ekonomi memuat berbagai instrument ekonomi yang di dalmnya terlihat jelas keadaan makro ekonomi suatu daerah dengan pertumbuhan ekonominya, income perkapita dan berbagai instrument ekonomi lainnya. Dimana dengan adanya data-data tersebut akan sangan membantu pengambil kebijaksanaan dalam perencanaan dan evaluasi sehingga pembangunan tidak salah arah.
Angka PDRB sangat diperlukan dan perlu disajikan, karena selain dapat dipakai sebagai bahan analisa perencanaan pembangunan juga merupakan barometer untuk mengukur hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. PDRB dapat didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan yaitu :
a.    Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (NTB) yang tercipta sebagai hasil proses produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah/region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.
b.    Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah/region pada jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Termasuk sebagai Komponen penyusun PDRB adalah penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagainilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
c.    Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
PDRB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto di suatu wilayah/region pada suatu periode (biasanya setahun). Yang dimaksud dengan Ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor.
3.    Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode, biasanya selama satu tahun.
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.


Sumber :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab5-anggaran_pendapatan_dan_belanja_negara.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar