Oleh:
Agustya Lisdayanti 20211399
Rarycard Destion Daniel 25211919
Wanda Anindita 27211355
SMAK05-3
Kemiskinan di Provinsi Papua Barat
Berdasarkan
fakta yang dikemukakan pada http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/173118-10-propinsi-paling-miskin-di-indonesia
tahun 2010, ternyata diketahui bahwa Papua Barat menempati urutan pertama dalam
10 provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Oleh sebab itu, kami
memilih Papua Barat sebagai bahan
penelitian kami. Dengan data dari http://www.scribd.com/doc/30325188/Analisis-Kemiskinan-Prov-Papua-Barat-2006-2009, kami menyajikan tabel, grafik, serta langkah penanggulangan
kemiskinan Papua Barat.
A.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Papua Barat, 2006-2009
Dalam
data ini, metode pengukuran kemiskinan yang dipakai penulis adalah metode garis
kemiskinan pendapatan dan garis kemiskinan konsumsi.
Grafik 3.1 Menunjukkan penurunan
jumlah penduduk miskin dari 284,1 ribu jiwa pada tahun 2006 menjadi 256,8 ribu
jiwa pada tahun 2009. Presentase penduduk miskin juga turun dari 41,34% pada
tahun 2006 menjadi 35,71% pada tahun 2009.
Disisi lain, garis kemiskinan pada tahun 2006-2009
menunjukkan perkembangan selalu naik. Kenaikan garis kemiskinan disebabkan oleh
kenaikan harga barang dan jasa. Selain itu, ketergantungan Papua Barat terhadap
produk impor dari prvinsi lain mengakibatkan harga kebutuhan hidup senantiasa
meningkat.
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa penurunan jumlah penduduk miskin
di Papua Barat terjadi di semua kabupaten/ kota kecuali kabupaten Manokrawi,
kabupaten Teluk Wondama, dan kabupaten Teluk Bintuni. Tetapi dari sisi
presentase penduduk miskin, semua kabupaten atau kota di Papua Barat mengalami
penurunan. Penurunan presentase penduduk miskin di kota Sorong selama periode
2006-2008 mencapai 69,69% dan merupakan penurunan presentase penduduk miskin
tertinggi di Papua Barat. Sebaliknya, penurunan presentase penduduk miskin di
kabupaten Sorong terendah yaitu 23,97%.
B.
Tingkat Kemiskinan di Perkotaan dan di Pedesaan Papua Barat,
2006-2009
Perkembangan garis
kemiskinan di perkotaan dan pedesaan keduanya menunjukkan kenaikkan dalam
periode yang sama. Kenaikkan garis kemiskinan diperkotaan lebih cepat daripada
di pedesaan. Dengan menyusun index berantai, garis kemiskinan di perkotaan pada
tahun 2006-2007 naik 1,41%. Kenaikkan garis kemiskinan di perkotaan lebih
tinggi lagi selama 2007-2008 yaitu sebesar 16,84%. Kenaikkan garis kemiskinan
di perkotaan pada periode 2008-2009 bahkan mencapai 24,48%. Bandingkan dengan
kenaikkan garis kemiskinan di pedesaa. Kenaikkan garis kemiskinan di pedesaan
selama 2006-2007, 2007-2008, dan 2008-2009 berturut-turut 3,14%, 12,34%, dan
16,98%.
Secara
umum, kenaikan garis kemiskinan di pedesaan dan di perkotaan selama periode
2006-2009 diikuti oleh penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin kecuali
pada periode 2008-2009. Selama periode 2008-2009 jumlah dan presentase penduduk
miskin di perkotaan turun, sementara di pedesaan naik.
Anomali
peningkatan jumlah dan presentase penduduk miskin di pedesaan selama 2008-2009
menarik untuk diuji lebih lanjut. Satu-satunya informasi yang diharapkan dapat menjelaskan
fenomena ini adalah inflasi pedesaan yang didekati dengan perubahan indeks
harga konsumen pedesaan (IHKP).
Tabel
3.4 menunjukkan jumlah dan presentase penduduk miskin di Papua Barat menurut
daerahnya pada bulan maret pada tahun 2006-2009.
Gambar di atas
menunjukkan IHKP (Indeks Harga Kosumen Pedesaan) dan Inflasi Konsumsi Rumah
Tangga pada bulan Maret 2007-2009. IHKP kondisi Maret 2009 lebih tinggi
daripada kondisi Maret 2008. IHKP kondisi rumah tangga pada bulan Maret 2008
tercatat 105,74 persen (2007 = 100 persen) dan untuk kelompok pengeluaran yang
sama IHKP pada Maret 2009 tercatat 119,22 persen. Artinya, telah terjadi
inflasi sebesar 12,75 persen selama Maret 2008-Maret 3009 untuk konsumsi rumah
tangga di pedesaan.
Disisi lain, kenaikan
garis kemiskinan di pedesaan selama 2008-2009 mencapai 16,98 persen, lebih
tinggi 4,23 poin dari angka inflasi pedesaan pada periode yang sama.
Garis kemiskinan di
bangun oleh Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan
(GKNM). GKM di Indonesia pada tahun 2008 Rp. 132.453 per kapita per bulan.
Kontribusi GKM mencapai 67,69 persen terhadap garis kemiskinan yang besarnya
195,678 per kapita per bulan. Kontribusi GKM Papua Barat tahun 2008 mencapai
72,35 persen dari garis kemiskinan yang besarnya Rp 270.990 per kapita per
bulan. Fakta ini menunjukkan bahwa kenaikan harga bahan makanan sedikit saja
akan berdampak besar pada kenaikan garis kemiskinan.
Dengan memperhatikan IHKP bahan makanan di
pedesaan diharapkan dapat menjelaskan kenaikan garis kemiskinan di pedesaan.IHKP
Maret 2008 untuk kelompok bahan makanan sebesar 108,72 persen. Terjadi kenaikan
harga di tingkat konsumen pedesaan 8,72 persen dibandingkan btahun 2007. IHKP
Maret 2009 un tuk kelompok bahan makanan sebesar 127,49 persen. Artinya,
terjadi kenaikan harga bahan makanan di pedesaan 27,49 persen dibandingkan
kondisi tahun 2007. Dengan demikian, inflasi bahan makanan di pedesaan tercatat
12,72 persen, lebih tinggi 0,29 poin
dari kenaikan garis kemiskinan di pedesaan pada kurun Maret 2008-Maret 2009.
C.
Indeks Kedalaman Kemiskinan di Papua Barat, 2006-2009
Selama 2006-2007,
indeks kedalaman kemiskinan nak dari 8,08 persen menjadi 12,97 persen. Tingkat
kemiskinan Papua Barat pada tahun 2007 lebih dalam tahun daripada tahun 2006.
Pada tahun 2008, indeks kedalaman kemiskinan Papua Barat turun menjadi 9,18
persen dan naik kembali menjadi 9,75 persen pada tahun 2009. Tingkat kedalaman
kemiskinan di Papua Barat pada tahun 2009 terbilang paling dalam di seluruh
Indonesia.
Pola
perkembangan indeks kedalaman kemiskinan di desa dan di kota juga berbeda.
Perkembangan indeks kemiskinan di kota menunjukkan pola menurun. Senaliknya di
desa, perkembangan indeks kedalaman kemiskinan cenderung naik. Indeks kedalaman
kemiskinan di kota pada tahun 2006 sebesar 2,94 persen turun menjadi 0,73 pada
tahun 2007 dan 2008 dan 0,43 pada tahun 2009. Di sisi lain, indeks kedalaman
kemiskinan di desa pada tahun 2006 sebesar 10,48 naik menjadi 16,58 pada tahun
2007. Pada tahun 2008, indeks kedalaman kemiskinan di desa turun menjadi 11,67
dan naik lagi menjadi 12,51 pada tahun 2009.
Perbandingan
perkembangan indeks kedalaman kemiskinan menurut kabupaten/kota di Papua Barat
disajikan pada table 4.2. Tampak bahwa indeks kedalaman kemniskinan di Kabupaten
Teluik Bintuni terbesar baik pada tahun 2006, 2007, maupun 2008. Ini
menunjukkan bahwa jarak rata – rata pengeluaran per kapita per bulan dari
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan di Kabupaten Teluk Bintuni paling
jauh dibandingkan kabupaten/kota lain di Papua Barat. Kondisi serupa ditemukan
di Kabupaten Teluk Wondama.
D.
Indeks Keparahan Kemiskinan di Papua Barat, 2006-2009
Meskipun
persentase penduduk miskin di Papua Barat pada tahun 2009 menduduki peringkat
dua teratas di Indonesia tetapi tingkat kedalaman kemiskinan sangat
mengkhawatirkan. Selain itu, tingkat kemiskinan di papua Barat pada tahun 2009
merupakan yang paling parah se-Indonesia.
Indeks keparahan
kemiskinan pada Maret 2009 sebesar 3,57. Indeks ini lebih tinggi 0,7 poin dibandingkan
kondisi Maret 2008 dan 0,95 poin dibandingkan dengan kondisi Maret 2006 tetapi
lebih rendah 1,09 daripada kondisi Maret 2007.
Tingkat
kemiskinan di desa lebih parah daripada di kota. Hal ini bisa terlihat dari
table di atas, yaitu pada Maret 2006-2009 secara berturut – turut sebesar 3,44
, 7,29, 4,46 , dan 4,61.
Pada table 5.2 , tampak
kondisi Maret 2009, dari 9 kabupaten/kota hanya Kabupaten Kaimana yang indeks
keparahan kemiskinannya di bawah dua. Selain itu, Perkembangan indeks keparahan
kemiskinan di Kabupaten Kaimana menunjukkan pola menurun. Indeks keparahan
kemiskinan di kabupaten Teluk Butini bahkan mencapai 7,32 dan merupakan indeks
keparahan kemiskinan tertinggi.
E.
Strategi Utama Penanggulangan Kemiskinan
Ada dua sasaran
pengentasan kemiskinan. Pertama, peningkatan pendapatan penduduk miskin. Kedua,
pengurangan pengeluaran kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Kedua
sasaran tersebut harus ditopang oleh empat pilar yang kokoh, yaitu menciptakan
kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat, peningkatkan kapasitas, dan
perlindungan social. Selain itu, juga dibutuhkan sinkronisasi kebijakan makro
dan mikro serta sinkronisasi kebijakan operasional. Selain itu, penyaluran
beras miskin (raskin), program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri (PNPM
Mandiri/Respek),
Berbagai
strategi penanggulangan kemiskinan tidak akan ada artinya apabila tidak segera
diimplementasikan. Beberapa program pengentasan kemiskinan yang dapat
diimplementasikan adalah:
1. Program bebas biaya
pendidikan dan kesehatan. Program ini ditujukan untuk mengurangi pengeluaran
penduduk miskin untuk kebutuhan dasar mereka. Apabila pemerintah menanggung
pengeluaran kebutuhan dasar diharapkan sisa pendapatan penduduk miskin dapat
dialihkan untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Selain itu, daya beli
penduduk miskin diharapkan meningkat.
2. Program pemberdayaan
masyarakat seperti PNMP Respek agar terus dijalankan dengan mengoptimalkan
fungsi pengawasan.
3.
Program BLT harus lebih
disempurnakan dengan lebih meningkatkan akurasi data penduduk miskin.
Setidaknya
ada tiga upaya pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan pemerintah pusat.
Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) diluncurkan untuk mengurangi dampak
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di tahun 2005 terhadap kelompok penduduk yang
rentan terhadap kenaikan garis kemiskinan. Kenaikan BBM dipastikan akan
mendorong garis kemiskinan lebih tinggi sehingga penduduk yang hisup sedikit di
atas garis kemiskinan beresiko jatuh di bawah garis kemiskinan. Program BLT
dilanjutkan hingga tahun 2008. Program berikutnya adalah pemberdayaan
masyarakat. Program ini tergabung dalam
PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang difokuskan pada 5720
kecamatan daslam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM) sebesar Rp 3 Milyar per kecamatan/tahun. Program
ketiga berupa pemberdayaan mikro dan kecil (UMK). Sasaran program ini adalah
pelaku usaha mikro dan kecil dalam bentuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
senilai Rp 5.000.000 atau kurang.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar