Kamis, 25 Oktober 2012

Korupsi Beresiko terhadap Efektifitas Proyek yang Dibiayai Negara


Korupsi Beresiko terhadap Efektifitas Proyek yang Dibiayai Negara


Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi menciptakan ancaman besar bagi negara dan juga Bank Dunia salah satunya karena resiko yang serius terhadap efektifitas proyek yang dibiayai oleh negara. Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus korupsi proyek di Indonesia, salah satu contoh yang paling menarik perhatian adalah kasus Hambalang di Bogor, Jawa Barat karena banyak menyeret nama-nama politisi dari partai besar.
Proyek Hambalang sendiri dimulai sejak 2003 saat masih berada di Direktorat Jenderal Olahraga Depdikbud dengan tujuan menambah fasilitas latihan olahraga selain Ragunan. Pada periode 2004-2009, proyek tersebut dipindah ke Kemenpora dengan pengurusan sertifikat tanah Hambalang, studi geologi serta pembuatan masterplan. Pada 2009, anggaran pembangunan diusulkan menjadi sebesar Rp1,025 triliun sedangkan pada 2010 kembali diminta penambahan kebutuhan anggaran menjadi Rp1,175 triliun melalui surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu. Dari kebutuhan anggaran sebesar Rp 1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan. Jumlah itu berasal dari APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-P 2010. Anggaran tersebut bahkan bertambah menjadi Rp2,5 triliun karena ada pengadaan barang dan jasa.
Kasus korupsi proyek Hambalang yang dibangun di atas tanah seluas 312.448 meter persegi  ternyata konstruksi tanahnya tidak memenuhi syarat untuk membangun proyek sebesar itu. Terbukti dengan beberapa bangunannya pernah mengalami amblas dan terpaksa diruntuhkan sampai rata dengan tanah pada Mei 2012. Sejak 2010, proyek Hambalang dikerjakan oleh dua perusahaan BUMN, yakni PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, dengan menggunakan dana dari APBN. Selain diduga menyetor fee Rp 100 miliar ke berbagai pihak, PT Adhi Karya meng-sub-kontrak-kan sebagai proyek kepada PT Dutasari Citralaras, yang ketika sahamnya dimiliki oleh Athiyyah Laila, istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Kejanggalan proyek Hambalang mulai mencuat ketika Nazaruddin menuduh Anas menerima fee senilai Rp 50 miliar pada Januari 2010 dari Adhi Karya. Selain uang, Anas juga dituduh menerima komisi berupa mobil Toyota Alphard dan Harrier atas jasanya sampai proyek tersebut dapat berjalan dan dimenangkan oleh Adhi Karya.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat dari kasus korupsi Hambalang di atas, negara mengalami kerugian mencapai Rp10 miliar. Dugaan itu muncul dari perhitungan sementara yang dilakukan KPK terhadap proyek yang dibiayai negara senilai Rp2,5 triliun itu. 
Dari contoh yang dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa korupsi beresiko terhadap efektifitas proyek yang dibiayai negara. Proyek yang seharusnya dapat menunjang kegiatan untuk memajukan negara, justru menjadi lahan pengerukkan uang rakyat bagi para oknum. Proyek-proyek yang ada seharusnya dapat mencapai tujuannya dengan baik dan tepat sasaran bila dana yang telah dialokasikan untuk pembangunan proyek tersebut digunakan sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa dan negara, bukan hanya menguntungkan satu atau beberapa pihak yang berkepentingan. Jika kegiatan korupsi terus berlanjut, maka tidak akan ada rakyat yang mempercayai pemerintah dan enggan menuruti aturan yang berlaku seperti membayar pajak. Selain itu, Indonesia juga akan merugi karena investor luar negeri akan enggan menanamkan modal mereka dan mereka akan berfikir bahwa penanaman modal atau investasi di Indonesia tidak akan menguntungkan karena alokasi dana proyek selalu dikorupsi dan tidak akan mencapai target.



Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar