Korupsi
Beresiko terhadap Efektifitas Proyek yang Dibiayai Negara
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi menciptakan ancaman besar bagi negara dan juga Bank Dunia
salah satunya karena resiko yang serius terhadap efektifitas proyek yang dibiayai
oleh negara. Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus korupsi proyek di Indonesia, salah
satu contoh yang paling menarik perhatian adalah kasus Hambalang di Bogor, Jawa
Barat karena banyak menyeret nama-nama politisi dari partai besar.
Proyek Hambalang sendiri dimulai sejak 2003 saat masih berada
di Direktorat Jenderal Olahraga Depdikbud dengan tujuan menambah fasilitas
latihan olahraga selain Ragunan. Pada periode 2004-2009, proyek tersebut
dipindah ke Kemenpora dengan pengurusan sertifikat tanah Hambalang, studi
geologi serta pembuatan masterplan. Pada 2009, anggaran pembangunan
diusulkan menjadi sebesar Rp1,025 triliun sedangkan pada 2010 kembali diminta
penambahan kebutuhan anggaran menjadi Rp1,175 triliun melalui surat kontrak
tahun jamak dari Kemenkeu. Dari kebutuhan anggaran sebesar Rp 1,175
triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan. Jumlah itu berasal dari
APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-P 2010.
Anggaran tersebut bahkan bertambah menjadi Rp2,5 triliun karena ada pengadaan
barang dan jasa.
Kasus korupsi proyek Hambalang yang dibangun di atas tanah seluas
312.448 meter persegi ternyata
konstruksi tanahnya tidak memenuhi syarat untuk membangun proyek sebesar itu.
Terbukti dengan beberapa bangunannya pernah mengalami amblas dan terpaksa diruntuhkan
sampai rata dengan tanah pada Mei 2012. Sejak 2010, proyek Hambalang dikerjakan
oleh dua perusahaan BUMN, yakni PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, dengan
menggunakan dana dari APBN. Selain diduga menyetor fee Rp 100
miliar ke berbagai pihak, PT Adhi Karya meng-sub-kontrak-kan sebagai proyek
kepada PT Dutasari Citralaras, yang ketika sahamnya dimiliki oleh Athiyyah
Laila, istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Kejanggalan proyek
Hambalang mulai mencuat ketika Nazaruddin menuduh Anas menerima fee senilai
Rp 50 miliar pada Januari 2010 dari Adhi Karya. Selain uang, Anas juga dituduh
menerima komisi berupa mobil Toyota Alphard dan Harrier atas jasanya sampai
proyek tersebut dapat berjalan dan dimenangkan oleh Adhi Karya.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat dari kasus
korupsi Hambalang di atas, negara mengalami kerugian mencapai Rp10 miliar.
Dugaan itu muncul dari perhitungan sementara yang dilakukan KPK terhadap proyek
yang dibiayai negara senilai Rp2,5 triliun itu.
Dari contoh yang dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa korupsi beresiko terhadap efektifitas proyek yang dibiayai negara. Proyek
yang seharusnya dapat menunjang kegiatan untuk memajukan negara, justru menjadi
lahan pengerukkan uang rakyat bagi para oknum. Proyek-proyek yang ada
seharusnya dapat mencapai tujuannya dengan baik dan tepat sasaran bila dana
yang telah dialokasikan untuk pembangunan proyek tersebut digunakan
sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa dan negara, bukan hanya menguntungkan satu
atau beberapa pihak yang berkepentingan. Jika kegiatan korupsi terus berlanjut,
maka tidak akan ada rakyat yang mempercayai pemerintah dan enggan menuruti aturan
yang berlaku seperti membayar pajak. Selain itu, Indonesia juga akan merugi
karena investor luar negeri akan enggan menanamkan modal mereka dan mereka akan
berfikir bahwa penanaman modal atau investasi di Indonesia tidak akan
menguntungkan karena alokasi dana proyek selalu dikorupsi dan tidak akan
mencapai target.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar